Selasa, 29 September 2009

Faktor yang Memengaruhi Sebaran Flora

a. Faktor Iklim
Faktor-faktor iklim meliputi sifat-sifat umum iklim daerah, kadang-kadang bersifat beraturan, misalnya menunjukkan fluktuasi berdaur harian, musiman, atau berjangka panjang. Faktor-faktor itu dapat pula menunjukkan variasi yang bersifat lokal memberikan iklim lokal, bahkan hal demikian itu terjadi pula dalam lingkungan yang sangat terbatas dan melahirkan apa yang kita namakan “iklim mikro”. Ada lima faktor iklim utama yang harus diperhatikan pada gilirannya: kombinasi faktor-faktor itulah menentukan tipe-tipe vegetasi, dan dengan demikian faktor-faktor itu tidak dapat ditempatkan menurut urutan pentingnya.
Cahaya
Iklim cahaya pada suatu tempat bergantung pada lamanya penyinaran, agihan waktu, intensitas, dan kualitas cahaya yang diterima, meskipun sejauh ini bagi tumbuhan yang bersangkutan masa yang efektif dapat dimodifikasikan oleh kedinginan atau kekeringan.
Suhu
Faktor ini mempunyai arti yang vital, karena suhu menentukan kecepatan reaksi-reaksi dan kegiatan-kegiatan kimiawi yang mencakup kehidupan. Mintakat besar vegetasi dunia, seperti mintakat-mintakat menurut ketinggian, terutama bergantung pada suhu, dan untuk mudahnya kita membedakan tumbuhan yang megaterm (tumbuhan yang menyukai habitat yang panas), mikroterm (yang menyukai habitat yang dingin), dan mesoterm (di antaranya). Tumbuhan yang berbeda, teradaptasi secara berbeda-beda terhadap keadaan suhu yang menyangkut, minimum, optimum, dan maksimum untuk hidupnya secara keseluruhan, demikian pula untuk komponen-komponen fungsi fisiologinya, kendati suhu sebenarnya dapat berubah dengan variasi pada kondisi yang berbeda dan menurut keadaan tumbuhan.
Presipitasi (Curah Hujan)
Banyaknya hujan, khususnya yang jatuh di suatu daerah selama setahun, merupakan suatu faktor yang sangat penting, karena curah hujan terutama menentukan ketersediaan air untuk pertumbuhan dan proses-proses vital lainnya. Dengan ketersediaan air inilah terdapat kesesuaian yang besar dengan vegetasi; dan walaupun jumlah jatuhnya hujan dapat merupakan suatu masalah yang sangat penting untuk tumbuhan terna dan lahan rumput.
Daya Penguapan
Daya penguapan udara merupakan suatu faktor yang sangat penting sekali bagi kehidupan tumbuhan, karena langsung berpengaruh terhadap transpirasi pada tumbuhan. Daya penguapan ditunjukkan kira-kira oleh lembab nisbi atau defisit kejenuhan yang juga memperhatikan suhu, dan menentukan tarikan yang dilakukan oleh atmosfer dari rumah tangga air tumbuhan.
Angin
Angin mempunyai pengaruh yang sama terhadap tanah, biasanya bersifat mengeringkan, atau kadang-kadang dapat bertindak dengan arah yang berlawanan dengan membawa udara yang lebih basah yang menurunkan transpirasi dan evaporasi, dan mungkin sebenarnya menyebabkan turun hujan.
b. Faktor Fisiografi
Faktor-faktor fisiografi adalah adalah faktor-faktor yang ditimbulkan oleh susunan, konformitas, dan perilaku permukaan bumi misalnya sifat-sifat topografi saperti ketinggian dan kemiringan, proses-proses geodinamik seperti pendangkalan dan erosi , dan konsekuensinya oleh geologi setempat.
Relief topografi yang kuat cenderung menghasilkan iklim lokal yang menyolok, dalam hal ini puncak misalnya sangat berbeda dari pada lereng gunung, dan lembah-lembah yang sempit berbeda pula dari dataran yang terbuka.
Kemiringan juga dapat berpengaruh besar terhadap sifat maupun banyaknya tanah yang berhimpun. Hal ini, seperti sifat batuan yang mendasari, sering dihitung sebagai faktor edafik; tetapi sejauh hal itu berakibat adanya perubahan atau menentukan adanya perubahan topografi, maka harus dianggap sebagai faktor fisiografi.
c. Faktor Edafik
Faktor edafik adalah faktor yang bergantung pada tanah dalam keadaannya sebagai tanah pada konstitusinya, kandungan air dan udara, organisme yang hidup di dalamnya, dan seterusnya. Telah lama diketahui dan diterapkan dalam praktik pertanian, hortikultura dan kehutanan, bahwa perbedaan-perbedaan pada tanah sering merupakan sebab utama terjadinya perubahan vegetasi dalam daerah iklim yang sama; oleh karenanya faktor-faktor edafik merupakan faktor-faktor yang mempunyai arti yang sangat besar bagi geografi tumbuhan.
Tanah dapat dianggap sebagai bahan lapisan permukaan kerak bumi yang tak terkonsolidasi, yang terdapat di bawah setiap vegetasi di dalam udara dan serasah yang yang belum membusuk, dan meluas ke bawah sampai sampai batas yang yang masih berpengaruh terhadap tumbuhan yang hidup di atas permukaannya. Perkembangan tanah dalam perkembangan vegetasi sangat erat hubungannya satu sama lain, yang keduanya terutama dikendalikan oleh iklim.
d. Faktor Biotik
Dalam arti luas yang merupakan faktor-faktor biotik adalah faktor-faktor yang ditimbulkan oleh mahluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan yang menurut kenyataannya berkisar dari manusia dan pemakan tumbuhan yang besar dan pohon-pohon sampai ke mikroorganisme tanah yang sering demikian penting.
Pengaruh faktor-faktor biotik yang belakangan ini umumnya diatur oleh manusia dan cenderung bersifat merusak, sering terlepas dari kendali, seperti dalam erosi yang buruk. Biarpun demikian, hewan masih sering berguna bagi vegetasi miaslnya dalam pemencaran biji, buah, spora, dll. Kegiatan manusia memang merupakan faktor biotik yang paling terkemuka di dunia sekarang ini, setidaknya bila kita masukkan pula pertimbangan yang menyangkut hewan peliharaan manusia. Oleh karena itu, manusia merupakan perusak ekosistem yang paling utama.

Referensi:
Polunin, Nicholas. (1990). Pengantar Geografi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Evaluasi Lahan

Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan (performance) lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survey dan analisis bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan pelbagai penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan (FAO: 1976). Brinkman dan Smyth (1973) mendefinisikan evaluasi lahan sebagai proses penelaahan interpretasi data dasar tanah, vegetasi, iklim, dan komponen tanah lainnya agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan pertama antara pelbagai alternatif penggunaan lahan dalam konteks sosial-ekonomi yang sederhana. Evaluasi lahan merupakan penghubung antara pelbagai aspek dan kualitas biologi dan teknologi penggunaan lahan dengan tujuan sosial ekonominya.
Tergantung pada tujuan evaluasi, klasifikasi lahan dapat berupa klasifikasi kemampuan lahan atau klasifikasi kesesuaian lahan. Klasifikasi kesesuaian lahan bersifat spesifik untuk suatu tanaman (crop specific) atau untuk penggunaan tertentu seperti klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman semusim, kesesuaian lahan untuk tanaman jati, kesesuaian lahan untuk tanaman jati, kesesuaian lahan untuk irigasi, dan sebagainya (FAO: 1976, Vink: 1975, US Bureu of Land Reclamation: 1953, 1967, Arsyad: 1973).
Klasifikasi kemampuan lahan (Land Capability Clasification) adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokkannya ke dalam beberapa kategoro berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari. Klasifikasi kesesuaian lahan (Land Suitability Classification) adalah penilaian dan pengelompokkan atau proses penilaian dan pengelompokkan lahan dalam arti kesesuaian relatif lahan atau kesesuaian absolut lahan bagi suatu penggunaan tertentu. Kemampuan dipandang sebagai kapasitas lahan itu sendiri untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum, sedangkan kesesuaian dipandang sebagai kenyataan adaptabilitas (kemungkinan penyesuaian) sebidang lahan bagi suatu macam penggunaan tertentu. Sebenarnya tidak terdapat perbedaan yang esensial antara kemampuan lahan dan kesesuaian lahan. Kemampuan lahan adalah istilah yang sudah lebih dahulu dan lebih lama digunakan oleh US Soil Conservation Service (Hockensmith and Steel: 1943, Klingebiled and Montgomery: 1973) di dalam sistem klasifikasi yang telah banyak dipergunakan juga di pelbagai Negara baik dalam bentuk yang telah diubah. Satu-satunya perbedaan, mungkin, dan yang pada dasarnya adalah teoretis, terletak pada kenyataan bahwa kemempuan lahan berpijak pada anggapan untuk memelihara integritas tanah, sedangkan kesesuaian lahan meskipun juga berpedoman kepada kelestarian penggunaan lahan, mengandalkan pengendalian kerusakan tanah (erosi dan sebagainya) kepada praktik/tindakan pengelolaan masing-masing tipe penggunaan lahan.
Perbedaan dalam kualitas tanah dan bentuk lahan (landform) seringkali merupakan penyebab utama terjadinya perbedaan satuan peta lahan dalam suatu areal. Inilah sebabnya mengapa survey tanah merupakan dasar utama dalam menentukan satuan peta lahan. Pendekatan klasifikasi kemampuan lahan demikian ini disebut pendekatan atribut tunggal (Zonneveld: 1972) atau disebut juga dengan pendekatan disiplin tunggal. Pendekatan lain dalam survey klasifikasi kemampuan lahan adalah pendekatan terpadu atau pendekatan holistik. Pada pendekatan disiplin tunggal klasifikasi kemampuan lahan dimulai dari hasil survey tanah dan relief permukaan tanah kemudian disusun dan dipetakan lebih dahulu satuan peta tanah. Selanjutnya dengan mempertimbangkan komponen lahan lainnya seperti iklim, vegetasi/penggunaan lahan, disusun dan dipetakan kelas kemampuan lahan. Pada pendekatan holistik semua komponen lahan yang berpengaruh terhadap penggunaan lahan dinilai serentak untuk mengidentifikasi dan menetapkan pelbagai hierarki satuan lahan (Kips, et. Al: 1981, Mahi: 1987), dan kemudian disusun dan dipetakan kelas kemampuan lahan. Penggunaan potret udara sangat membantu dalam mengidentifikasi satuan lahan pada suatu wilayah (Mahi: 1987).
Jika survey sumberdaya lahan telah dilaksanakan dan data telah dianalisis, proses klasifikasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1). Metode parametrik, dan 2). Metode faktor penghambat, sebagai berikut:
1. Pada metode parametrik, kualitas atau sifat-sifat lahan yang memengaruhi kualitas lahan diberi nilai 10-100 atau 1-10. Kemudian setiap nilai digabungkan dengan penambahan atau perkalian dan ditetapkan selang nilai untuk setiap kelas; dengan nilai tertinggi untuk kelas terbaik dan berkurang dengan semakin kecilnya selang nilai;
2. Dengan metode faktor penghambat, maka setiap kualitas lahan atau sifat-sifat lahan diurutkan dari yang terbaik sampai yang terburuk atau dari yang paling kecil hambatan atau ancamannya sampai terbesar. Kemudian disusun tabel kriteria untuk setiap kelas; penghambat yang terkecil untuk kelas yang terbaik dan berurutan semakin besar hambatan semakin rendah kelasnya.

Definisi Ekologi

A. Ekologi
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya. Ekologi berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu"). Sangat diperhatikan dengan hubungan energi dan menemukannya kembali kepada matahari kita yang merupakan sumber energi yang digunakan dalam fotosintesis.
Ekologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Jadi, Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antar mahluk hidup maupun interaksi antara mahluk hidup dengan lingkungannya.
Dalam ekologi, kita mempelajari makluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Definisi ekologi seperti di atas, pertama kali disampaikan oleh Ernest Haeckel (zoologiwan Jerman, 1834-1914).
Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut.
Dalam studi ekologi digunakan metode pendekatan secara rnenyeluruh pada komponen-kornponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem.

Aplikasi Penginderaan Jauh dalam Studi Geomorfologi

Penginderaan jauh berkembang sangat pesat, salah satunya adalah pengunaan foto udara sebagai pengumpul data dan pemberi informasi yang tepat, cepat dan akurat dalam mempelajari geologi. Foto udara digunakan melakukan analisis geomorfologi, untuk mempelajari bentuk-bentuk lahan dan bentang alam.
Analisis geomorfologi yang dilakukan pada dasarnya berkaitan dalam menentukan tingkat pengaruh struktur dan litologi pada suatu batuan yang berkembang menjadi morfologi. Analisis tersebut meliputi analisis pola penyaluran, bentuk lahan, pola patahan dan rona. Analisis pola penyaluran merupakan langkah yang paling utama dalam mempelajari geomorfologi, dengan memperhatikan tekstur dari pola penyaluran tersebut. Namun, analisis-analisis lain juga mempunyai peranan yang penting dalam mendukung interpretasi geomorfologi secara keseluruhan.
Pengetahuan geomorfologi dan analisis bentuk lahan dapat diaplikasikan pada pelbagai bidang, misalnya aplikasi geomorfologi pada bidang pertanian, khususnya ilmu tanah dan pelbagai bidang teknik sipil atau kontruksi bangunan. Proses geomorfik merupakan faktor sangat penting yang menentukan proses pembentukan dan perkembangan tanah. Batas unit sebaran jenis tanah di lapang sering sejajar dengan batas unit bentuk lahan, sehingga hasil analisis suatu bentuk lahan sangat membantu dalam pekerjaan survai tanah dan evaluasi kesesuaian lahan, khususnya dalam hal pembatasan unit tanah atau lahan untuk kegunaan tertentu.
Proses geomorfik sangat dipengaruhi oleh struktur geologi kerak bumi pada landform tersebut berada. Bukti terjadinya perubahan atau proses geologis itu tampak atau membekas (in print) pada landform yang terbentuk oleh proses itu. Proses geologis yang telah dan sedang terjadi yang dapat dikenali dari kharakteristik landform dan merupakan informasi penting bagi perencanaan atau desain pembuatan konstruksi jalan, jembatan, bendungan dan sebagainya.

Definisi Penginderaan jauh

Berdasarkan penelusuran dari pelbagai sumber, ada beberapa temuan yang menjelaskan mengenai definisi dari Penginderaan Jauh (Remote Sensing). Berikut adalah definisi-definisi tersebut:
- The capture of information about the Earth from a distant vantage point. The term is often associated with satellite imagery but also applies to aerial photography, airborne digital sensors, ground-based detectors, and other devices. Sumber: www.nsc.org/ehc/glossar2.htm;
- Pengumpulan dan pencatatan informasi tanpa kontak langsung pada julat elektromagnetik ultraviolet, tampak, inframerah dan mikro dengan mempergunakan peralatan seperti penyiam (scanner) dan kamera yang ditempatkan pada wahana bergerak seperti pesawat udara atau pesawat angkasa dan menganalisis informasi yang diterima dengan teknik interpretasi foto, citra dan pengolahan citra (Fussel, Rundquist dan Harrington, 1986). Istilah ini juga memiliki pengertian yang sama untuk Remote Sensing (Inggris), Teledetection (Perancis) dan Sensoriamento Remoto (Spanyol);
- Sabins (1996) dalam Kerle, et al. (2004) menjelaskan bahwa Penginderaan jauh adalah ilmu untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasi citra yang telah direkam yang berasal dari interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan sutau objek;
- Menurut Lungdgren, Penginderaan jauh merupakan bagian teknik yang diseimbangkan untuk memperoleh dan menganalisis informasi tentang bumi;
- Menurut Wilson dan Bufon, Pengindraan jauh merupakan suatu ilmu seni dan teknik untuk memperoleh informasi mengenai objek, area dan gejala dengan menggunakan alat. Informasi tersebut diperoleh tanpa kontak langsung dengan objek, area dan gejala tersebut;
- Sedangkan menurut Lillesand and Kiefer (1993), Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji.
Dari beberapa definisi mengenai Penginderaan Jauh yang telah dikemukakan di atas, pada dasarnya Penginderaan Jauh merupakan terjemahan dari istilah remote sensing yaitu ilmu, teknologi dan seni dalam memperoleh informasi mengenai objek atau fenomena di (dekat) permukaan bumi tanpa kontak langsung dengan objek atau fenomena yang dikaji, melainkan melalui media perekam objek atau fenomena yang memanfaatkan energi yang berasal dari gelombang elektromagnetik dan mewujudkan hasil perekaman tersebut dalam bentuk citra.
Pengertian 'tanpa kontak langsung' di sini dapat diartikan secara sempit dan luas. Secara sempit berarti bahwa memang tidak ada kontak antara objek dengan analis, misalnya ketika data citra satelit diproses dan ditransformasi menjadi peta distribusi temperatur permukaan pada saat perekaman. Secara luas berarti bahwa kontak dimungkinkan dalam bentuk aktivitas 'ground truth', yaitu pengumpulan sampel lapangan untuk dijadikan dasar pemodelan melalui interpolasi dan ekstrapolasi pada wilayah yang jauh lebih luas dan pada kerincian yang lebih tinggi.

Jumat, 14 Agustus 2009

Konsep Ecotourism atau Ekowisata

1. Pengertian Ekowisata

Ekowisata lebih populer dan banyak dipergunakan dibanding dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah ecotourism, yaitu ekoturisme. Terjemahan yang seharusnya dari ecotourism adalah wisata ekologis. Yayasan Alam Mitra Indonesia (1995) membuat terjemahan ecotourism dengan ekoturisme. Di dalam tulisan ini dipergunakan istilah ekowisata yang banyak digunakan oleh para rimbawan. Hal ini diambil misalnya dalam salah satu seminar dalam Reuni Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (Fandeli, 1998). Kemudian Nasikun (1999), mempergunakan istilah ekowisata untuk menggambarkan adanya bentuk wisata yang baru muncul pada dekade delapan puluhan.

Ekowisata menurut E. Maryani dalam Ekowisata sebagai Sarana Pendidikan untuk Persatuan, Kesatuan, dan Cinta Tanah Air merupakan perjalanan ke tempat-tempat yang masih alami, dan seringkali mengandung tantangan-tantangan, karena itu seringpula disebut sebagai pariwisata petualangan (adventure tourism). Berdasarkan tantangan yang dihadapi dapat dibedakan atas:

1. Petualangan beresiko tinggi yaitu memerlukan kesiapan dan keterampilan khusus, keberanian yang tinggi serta kondisi fisik yang prima, seperti panjat tebing, berarung jeram, terbang layang, menyelam, dan snorkling.

2. Petualangan beresiko rendah seperti mengunjungi taman-taman nasional, jalan santai di kawasan pegunungan, berperahu di danau atau sungai, memancaing, dan berkemah.

Landasan utama pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan di Indonesia adalah Undang-Undang Lingkungan No. 4 Tahun 1982. Tujuan pengelolaan lingkungan hidup itu sendiri adalah untuk:

1. Tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup sebagai pembagian pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

2. Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana.

3. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai pembina lingkungan hidup.

4. Terlaksananya pembangunan yang berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

5. Terlindunginya negara dari dampak kegiatan di luar wilayah negara yang dapat menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun, pada hakekatnya, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural aren), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budava bagi masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Eco-traveler ini pada hakekatnya konservasionis.

Definisi ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) sebagai berikut:

a. Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan ingin berkunjung ke area alami, yang dapat menciptakan kegiatan bisnis.

b. Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggungjawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999).

Dari kedua definisi ini dapat dimengerti bahwa ekowisata dunia telah berkembang sangat pesat. Ternyata beberapa destinasi dari taman nasional berhasil dalam mengembangkan ekowisata ini. Bahkan di beberapa wilayah berkembang suatu pemikiran baru yang berkait dengan pengertian ekowisata.

Fenomena pendidikan diperlukan dalam bentuk wisata ini. Hal ini seperti yang didefinisikan oleh Australian Department of Tourism (Black, 1999) yang mendefinisikan ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis.

Definisi ini memberi penegasan bahwa aspek yang terkait tidak hanya bisnis seperti halnya bentuk pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat dengan pariwisata minat khusus, alternative tourism atau special interest tourism dengan objek dan daya tarik wisata alam.

2. Pendekatan Pengelolaan Ekowisata

Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa mendatang.

Hal ini sesuai dengan definisi yang dibuat oleh The International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (1980), bahwa konservasi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang.

Sementara itu destinasi yang diminati wisatawan ecotour adalah daerah alami. Kawasan konservasi sebagai obyek daya tarik wisata dapat berupa Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Wisata dan Taman Buru. Tetapi kawasan hutan yang lain seperti hutan lindung dan hutan produksi bila memiliki objek alam sebagai daya tarik ekowisata dapat dipergunakan pula untuk pengembangan ekowisata. Area alami suatu ekosistem sungai, danau, rawa, gambut, di daerah hulu atau muara sungai dapat pula dipergunakan untuk ekowisata.

Pendekatan yang harus dilaksanakan adalah tetap menjaga area tersebut tetap lestari sebagai areal alam. Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan. Maksud dari menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan konservasi (UNEP, 1980) sebagai berikut:

a. Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan;

b. Melindungi keanekaragaman hayati;

c. Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.

Di dalam pemanfaatan areal alam untuk ekowisata mempergunakan pendekatan pelestarian dan pemanfaatan. Kedua pendekatan ini dilaksanakan dengan menitikberatkan pelestarian dibanding pemanfaatan. Pendekatan ini jangan justru dibalik.

Kemudian pendekatan lainnya adalah pendekatan pada keberpihakan kepada masyarakat setempat agar mampu mempertahankan budaya lokal dan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya. Bahkan Eplerwood (1999) memberikan konsep dalam hal ini adalah “Urgent need to generate funding and human resonrces for the management of protected areas in ways that meet the needs of local rural populations”. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan mengatur conservation tax untuk membiayai secara langsung kebutuhan kawasan dan masyarakat lokal.

3. Konsep Pengembangan Ekowisata

Untuk mengembangkan ekowisata dilaksanakan dengan cara pengembangan pariwisata pada umumnya. Ada dua aspek yang perlu dipikirkan. Pertama, aspek destinasi dan kedua adalah aspek market. Untuk pengembangan ekowisata dilaksanakan dengan konsep product driven. Meskipun aspek market perlu dipertimbangkan namun macam, sifat dan perilaku objek dan daya tarik wisata alam dan budaya diusahakan untuk menjaga kelestarian dan keberadaannya.

Untuk mengmbangkan suatu kawasan ekowisata pun jangan terlalu berlebihan. Jangan sampai memberikan dampak negatif terhadap lingkungan baik dalam jangka pendek meupun jangka panjang. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan ekowisata. Dikutip dari Harian Tribun Jabar (edisi Kamis, 4 Juni 2009), ada lima hal yang harus benar-benar diperhatikan sehingga kualitas ekowisata menjadi jauh lebih baik. Hal ini terangkum dalam komponen 5E, yaitu : (1) Ekologi, yaitu keadaan alam; (2) Etnologi, yaitu budaya; (3) Ekonomi, yaitu manfaat keberadaan ekowisata bagi masyarakat; (4) Edukasi, yaitu pendidikan; dan (5) Estetika, yaitu konsep pembangunan yang sesuai dengan prinsip ekowisata.

4. Prinsip Ekowisata

Pengembangan ekowisata di dalam kawasan hutan dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem hutan. Ecotraveler menghendaki persyaratan kualitas dan keutuhan ekosistem. Oleh karenanya terdapat beberapa butir prinsip pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi. Apabila seluruh prinsip ini dilaksanakan maka ekowisata menjamin pembangunan yang ecological friendly dari pembangunan berbasis kerakyatan (commnnity based). The Ecotourism Society (Eplerwood/1999) menyebutkan ada delapan prinsip, yaitu:

a. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya;

b. Pendidikan konservasi lingkungan;

c. Pendapatan langsung untuk kawasan;

d. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan;

e. Penghasilan masyarakat;

f. Menjaga keharmonisan dengan alam;

g. Daya dukung lingkungan;

h. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara.



Referensi:

Fandeli, Chafid. (2000). Pengertian dan Konsep Dasar Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

Marpaung, Happy. (2002). Pengantar Pariwisata. Bandung: Alfabeta.

Maryani, Enok. (2006). “Pengembangan Pariwisata Bandung Persepsi Wisatawan” dalam Jurnal Pariwisata Vol.7, No.1, Hal. 82-107.

Maryani, Enok. (2001). “Dimensi Geografi dalam Kepariwisataan” dalam Jurnal Pariwisata Edisi 1, Vol.1.

Maryani, Enok. “Ekowisata: Sarana Pendidikan untuk Memupuk Rasa Persatuan, Kesatuan, dan Cinta Tanah Air”.